Sejarah Istilah Feminisme
Istilah feminisme mulai diasosikan pada musim semi tahun 1914 meski sejak tahun 1910-an kata feminisme (yang berakar dari bahasa Prancis ) sudah sering dipergunakan. Kata feminisme pertama kali digunakan tahun 1880-an di Prancis untuk menyatakan perjuangan perempuan menuntut hak politiknya.
Hubertin Auclort adalah pendiri perjuangan politik perempuan pertama di Prancis dalam salah satu publikasinya menggunakan kata feminisme atau feministe. Maka sejak itu feminisme tersebar di seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 1906 gerakan feminisme di New york diwarnai perjuangan menuntut hak-hak perempuan sebagai warga Negara seperti hak perempuan pada bidang sosial, politik, dan ekonomi.
Feminisme pada abad 19 ditandai dengan perjuangan menuntut hak-hak politik dan hukum. Feminisme pada abad ke-20 berkembang hingga merambah ke bidang ekonomi, ( A. Nunuk P. Murniati; 2004).
Pada hakekatnya, tujuan feminisme adalah transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Feminisme sebagai suatu gerakan memiliki dimensi sejarah yang panjang, dimulai pada abad ke-14.
Secara garis besar, perkembangan gerakan feminisme dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu feminisme gelombang pertama (first wafe feminism), gelombang kedua (second wafe feminism), dan gelombang ketiga (third wafe feminism). Hingga saat ini, istilah feminisme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan dapat juga sebuah aliran pemikiran (filsafat), atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat. Namun berdasarkan latar belakang kemunculannya, feminisme lebih umum diartikan sebagai sebuah gerakan sosial (Nugroho, 2004).
Feminis berpandangan bahwa teoritisi laki-laki telah menganggap remeh penindasan yang dialami perempuan di rumah tangga, pasar kerja, politik dan budaya karena mereka melihat perempuan secara esensial bukanlah warga negara, (Ben Agger:202).
Feminisme berawal dari sebuah persepsi mengenai ketimpangan posisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki di masyarakat. Akhirnya menimbulkan berbagai upaya mencari penyebab dari ketimpangan tersebut dan menemukan suatu solusi dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat. Mencari solusi ini yang disebut dengan gerakan feminisme.
Dewasa ini, feminisme agaknya memadukan suatu pandangan struktur kekuasaaan yang lebih liberal, memahami ketidaksetaraan antar jenis kelamin sebagai fenomena yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, dengan suatu upaya untuk membangun berbagai analisis feminis yang mengikutsertakan konsepsi khalayak perempuan dengan memasukkan kerangka teoritis yang memasukkan kelas, ras, kesukuan maupun pembagian-pembagian sosial penting lainnya.
Perspektif feminis telah mengamati secara kritis permasalahan-permasalahan perempuan. Kaum feminis bersikap kritis terhadap beberapa hal diantaranya adalah berbagai representasi budaya popular yang memarjinalkan atau menstreotipkan perempuan, ketiadaan relatif perempuan yang terlibat dalam produksi kultural maupun pengabaian relatif sebagai bagian dari khalayak.
Hubertin Auclort adalah pendiri perjuangan politik perempuan pertama di Prancis dalam salah satu publikasinya menggunakan kata feminisme atau feministe. Maka sejak itu feminisme tersebar di seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 1906 gerakan feminisme di New york diwarnai perjuangan menuntut hak-hak perempuan sebagai warga Negara seperti hak perempuan pada bidang sosial, politik, dan ekonomi.
Feminisme pada abad 19 ditandai dengan perjuangan menuntut hak-hak politik dan hukum. Feminisme pada abad ke-20 berkembang hingga merambah ke bidang ekonomi, ( A. Nunuk P. Murniati; 2004).
Pada hakekatnya, tujuan feminisme adalah transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Feminisme sebagai suatu gerakan memiliki dimensi sejarah yang panjang, dimulai pada abad ke-14.
Secara garis besar, perkembangan gerakan feminisme dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu feminisme gelombang pertama (first wafe feminism), gelombang kedua (second wafe feminism), dan gelombang ketiga (third wafe feminism). Hingga saat ini, istilah feminisme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan dapat juga sebuah aliran pemikiran (filsafat), atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat. Namun berdasarkan latar belakang kemunculannya, feminisme lebih umum diartikan sebagai sebuah gerakan sosial (Nugroho, 2004).
Feminis berpandangan bahwa teoritisi laki-laki telah menganggap remeh penindasan yang dialami perempuan di rumah tangga, pasar kerja, politik dan budaya karena mereka melihat perempuan secara esensial bukanlah warga negara, (Ben Agger:202).
Feminisme berawal dari sebuah persepsi mengenai ketimpangan posisi perempuan dibandingkan dengan laki-laki di masyarakat. Akhirnya menimbulkan berbagai upaya mencari penyebab dari ketimpangan tersebut dan menemukan suatu solusi dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat. Mencari solusi ini yang disebut dengan gerakan feminisme.
Dewasa ini, feminisme agaknya memadukan suatu pandangan struktur kekuasaaan yang lebih liberal, memahami ketidaksetaraan antar jenis kelamin sebagai fenomena yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, dengan suatu upaya untuk membangun berbagai analisis feminis yang mengikutsertakan konsepsi khalayak perempuan dengan memasukkan kerangka teoritis yang memasukkan kelas, ras, kesukuan maupun pembagian-pembagian sosial penting lainnya.
Perspektif feminis telah mengamati secara kritis permasalahan-permasalahan perempuan. Kaum feminis bersikap kritis terhadap beberapa hal diantaranya adalah berbagai representasi budaya popular yang memarjinalkan atau menstreotipkan perempuan, ketiadaan relatif perempuan yang terlibat dalam produksi kultural maupun pengabaian relatif sebagai bagian dari khalayak.
0 komentar:
Posting Komentar